Menurut perkiraan, seharusnya saya akan ujian sekitar bulan Maret tahun 2001. Namun, karena ada 4 orang yang batal maju ujian pada bulan September 2000, maka jadwal ujian saya dimajukan bulan September 2000. Ini adalah hal yang sama sekali tidak saya duga! Karena waktu itu, saya baru sekitar 2 bulan menyelesaikan pendidikan profesi saya, dan baru mulai mencari-cari pekerjaan sambil menunggu ujian negara. Pengalaman teman-teman saya selama ini, mereka harus menunggu sekitar 1 tahun untuk bisa mengikuti ujian negara.
Saya benar-benar kaget dan tidak siap karena saya dipanggil untuk ikut ujian negara hanya tiga minggu sebelum ujian dimulai. Saya benar-benar merasa takut karena saya belum belajar sama sekali. Yang dapat saya lakukan hanyalah berdoa memohon pimpinan Tuhan, mohon Ia memberi saya kekuatan. Saya yakin, bila ini semua adalah kehendak dari Allah, maka Allah akan memimpin saya untuk melewati ujian ini, sama seperti ujian-ujian sebelumnya. Saya sering berdoa sambil mencucurkan air mata karena saya begitu ketakutan.
Saya hanya punya waktu 1 minggu untuk bersiap-siap sebelum berangkat ke kota tempat dilaksanakan ujian negara tersebut. Saat sedang sibuk-sibuknya bersiap-siap, 3 hari sebelum berangkat, toko papa saya terbakar. Puji Tuhan, yang terbakar hanya tokonya, sedangkan gudang sama sekali tidak tersentuh api, padahal apinya cukup besar. Saya dan adik saya berdoa mencucurkan air mata, memohon belas kasihan Allah supaya apinya segera padam. Waktu itu Allah turut bekerja dengan menurunkan hujan sebelum pemadam kebakaran datang, dan ketika pemadam kebakaran sudah datang hujan pun berhenti.
Melalui peristiwa ini, saya belajar bahwa saya tidak usah takut, melainkan saya harus menyerahkan segala kekhawatiran saya ke dalam tangan-Nya. Dengan hati sedih, saya tetap berangkat, meninggalkan keluarga saya yang sedang kesusahan.
Di sana, saya cuma punya waktu 2 minggu untuk belajar. Ada lima mata pelajaran yang akan diuji, yaitu penyakit dalam, anak, kebidanan, kesehatan masyarakat, dan bedah. Saya mencoba belajar semaksimal mungkin dalam waktu yang begitu singkat. Ketika jadwal ujian dibagikan, ternyata saya mendapat jadwal yang kurang menguntungkan. Saya sudah harus maju ujian pada minggu pertama, libur 1 minggu pada minggu kedua, selanjutnya saya ujian dari minggu ketiga sampai keenam. Betul-betul melelahkan karena saya harus belajar terus menerus selama kurang lebih 2 bulan.
Empat mata pelajaran, yaitu penyakit dalam, anak, kebidanan, dan kesehatan masyarakat telah selesai diuji, yang belum adalah bedah. Bagian bedah di universitas tempat saya ujian memang dikenal sulit untuk lulus. Di sana, ada seorang dosen yang terkenal, bukan karena "killer", tapi karena tidak pernah meluluskan satu mahasiswa pun yang ujian dengannya. Menurut cerita, dulu beliau termasuk salah seorang dosen yang baik hati, mau membantu mahasiswa, dan biasanya meluluskan mahasiswa yang ujian dengannya. Sampai suatu hari, ada mahasiswa yang mengatakan suatu hal, dan ucapannya itu sampai ke telinga beliau. Beliau sakit hati, sehingga sejak saat itu tidak ada mahasiswa yang lulus bila ujian dengan beliau.
Setelah dihitung-hitung, ternyata pada minggu saya harus ujian bedah, beliau merupakan salah seorang dosen yang akan menguji. Waktu itu yang akan ujian ada 3 orang, dan tidak ada satu pun di antara kami yang mau mendapatkan dosen itu sebagai penguji.
Saya sangat terpukul ketika mengetahui bahwa saya mendapatkan dosen penguji tersebut, dosen yang tidak pernah meluluskan satu mahasiswa pun yang ujian dengan beliau, sejak tahun 1993. Semua orang mengatakan, kalau dosen pengujinya beliau, lebih baik tidur saja, tidak usah belajar karena percuma saja, bisa atau tidak bisa menjawab pertanyaan, hasilnya sama saja. Tidak akan diluluskan!
Saya kecewa sekali. Sekalipun saya sudah berdoa menyerahkan segala sesuatunya ke tangan Tuhan, tetapi hal ini tidak sesuai dengan apa yang saya harapkan. Saya berharap Tuhan memberi saya dosen penguji yang satu lagi, di mana masih ada kemungkinan 50 persen bagi saya dapat lulus, jika saya belajar dengan baik. Sedangkan yang ini, boleh dibilang 100 persen tidak akan lulus.
Saya betul-betul kecewa. Saya bertanya-tanya, mengapa Tuhan memberikan dosen penguji seperti ini kepada saya. Orang lain yang lebih pandai dari saya pun tidak lulus, bagaimana mungkin saya bisa lulus. Saya sudah tidak punya semangat lagi untuk memeriksa pasien atau untuk menyelesaikan status ujian saya. Saya merasa saya sudah tidak punya harapan lagi. Saya betul-betul putus asa. Selama 1 minggu, saya uring-uringan dan tidak mau belajar. Hampir setiap malam saya menangis. Saya tetap tidak mengerti, mengapa Tuhan memberikan dosen penguji seperti ini kepada saya.
Saat saya sedang putus asa, tidak henti-hentinya seorang teman menghibur saya. Dia mengatakan bahwa saya harus tetap belajar. Kalau saya tidak belajar, bagaimana mungkin kuasa Allah akan bekerja. Kalau saya tidak belajar dan tidak mengerjakan apa yang seharusnya saya kerjakan, Allah pun tidak dapat bekerja, tidak dapat menunjukkan kemahakuasaan-Nya. Tetapi waktu itu saya tetap berkeras hati. Saya menganggap tidak ada seorang pun yang mengerti apa yang saya alami.
Setelah 1 minggu, saya baru dapat menerima kenyataan, baru mulai dapat berdoa lagi, dan juga mulai belajar. Saya serahkan segalanya ke dalam tangan Tuhan. Saya percaya bahwa Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk saya. Saya ingat atas pengaturan-Nya, saya bisa ikut ujian negara secepat ini.
Dosen penguji ini juga terkenal sering menunda-nunda ujian. Yang seharusnya cuma 1 minggu, bisa jadi 3 minggu atau lebih. Betul-betul tekanan mental yang berat, harus menunggu selama tiga minggu atau lebih, sementara hasilnya sudah dapat dipastikan, tidak lulus. Tapi waktu itu saya sudah pasrah.
Waktu ujian, ada pertanyaan yang saya bisa jawab dan ada yang tidak bisa saya jawab. Entah bagaimana, dosen itu menawarkan untuk ujian lagi keesokan harinya. Saya diberi tugas mencari jawaban pertanyaan yang tidak bisa saya jawab tadi. Waktu saya akan keluar ruangan, dosen tersebut bertanya apakah saya tahu mengapa beliau menawarkan ujian sekali lagi kepada saya, satu hal yang sangat jarang ditawarkan kepada mahasiswa lain. Saya jawab saya tidak tahu. Menurut beliau, tawaran itu diberikan kepada saya karena beliau melihat bahwa saya rajin. Saya tidak tahu bagaimana beliau bisa menarik kesimpulan demikian. Namun, saya percaya bahwa semuanya itu adalah pengaturan dari Allah.
Waktu hasil ujian diumumkan, saya hampir tidak dapat memercayainya karena ternyata dosen tersebut meluluskan saya, setelah 7 tahun tidak pernah meluluskan satu mahasiswa pun! Sungguh kuasa Allah benar-benar luar biasa! Puji Tuhan, dengan waktu belajar yang demikian singkat, saya bisa melalui ujian negara. Saya tahu bahwa saya bisa lulus bukan berarti saya lebih pandai dari yang lain, tetapi karena Allah yang menggerakkan hati dosen tersebut untuk meluluskan saya.
Dari kesaksian ini, saya belajar bahwa Allah sungguh Mahakuasa. Ia dapat membuat segala sesuatu yang kelihatannya tidak mungkin menjadi mungkin. Sering kali apa yang diberikan Allah tidak sesuai dengan keinginan kita, namun percayalah bahwa apa yang diberikan Allah, itulah yang terbaik untuk kita. Bila saat ini kita mengalami kesulitan besar dan merasa tidak ada jalan keluar, percayalah di balik semua itu Allah memiliki rencana yang indah, yang tidak pernah terpikirkan oleh kita waktu kita mengalaminya. Demikianlah yang terjadi pada saya. Bila waktu itu saya tenggelam dalam keputusasaan, tidak mau belajar sama sekali seperti saran teman-teman saya, mungkin saya tidak akan lulus. Karena meskipun Allah ingin menunjukkan kemahakuasaan-Nya, tetapi jika saya tidak mengerjakan apa yang menjadi tugas saya, saya tidak akan bisa memuliakan Allah. Segala kemuliaan hanya bagi Allah.
Diambil dari:
Judul buletin: Warta Sejati, Edisi 25, Juli-Agustus 2001
Penulis: Triyanti Sundari
Penerbit: Departemen Literatur Gereja Yesus Sejati Pusat Indonesia, Jakarta 2001
Halaman: 26 -- 29
"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."
(Yeremia 29:11)
No comments:
Post a Comment