Charles tidak dibesarkan dalam keluarga yang beribadah di
gereja mana pun. Jadi, semua yang kuceritakan kepadanya memesonanya. Ia bahkan
mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang pengampunan dosa. Akhirnya,
tibalah harinya untukku mengajukan sebuah pertanyaan kepadanya. Aku bertanya
apakah ia menyadari kebutuhan dirinya akan seorang Penebus, dan apakah ia siap
untuk memercayai Kristus sebagai Juru Selamat pribadinya. Aku melihat wajahnya
berubah dan perasaan bersalah tergambar di situ. Namun, jawabannya tegas
sekali, "TIDAK!"
Hari berikutnya, ia tampak diam dan sering kali aku
merasa bahwa ia menjauhiku. Sampai suatu hari, aku menerima telepon dari
Charles. Ia ingin mengetahui di mana ia dapat menemukan beberapa ayat dalam
Perjanjian Baru yang telah kuberikan kepadanya mengenai keselamatan. Aku
memberikan referensi menuju beberapa pasal dan bertanya apakah aku dapat
menemuinya. Ia menolak tawaranku dan mengucapkan terima kasih untuk ayat-ayat
yang kuberikan. Aku dapat menebak bahwa ia amat gelisah, tetapi aku tidak tahu
di mana ia berada atau bagaimana cara menolongnya. Karena, saat itu ia sedang
berlatih dengan fasilitas khusus milik universitas untuk menghadapi olimpiade.
Di antara pukul 22.30 -- 23.00 malam itu, Charles
memutuskan untuk berenang dan melakukan sedikit latihan lompat papan. Malam
pada bulan Oktober itu sangat cerah, bulan tampak penuh dan cemerlang. Kolam
renang universitas kami berada di bawah langit-langit kaca sehingga bulan dapat
bersinar terang melalui puncak dinding di areal kolam.
Ketika Charles mendaki papan lompat yang paling atas
untuk melakukan lompatannya yang pertama, Roh Allah mulai menempelak
dosa-dosanya. Semua ayat yang telah dibacanya dan kenangan saat aku bersaksi
kepadanya tentang Kristus mulai memenuhi benaknya. Ia berdiri di atas papan
dengan membelakangi kolam untuk melakukan lompatannya, merentangkan kedua
tangannya untuk keseimbangan, memandang ke atas dinding, dan melihat
bayang-bayangnya sendiri yang disebabkan oleh cahaya bulan. Bayang-bayangnya
berbentuk salib. Ia tidak dapat menahan beban dosanya lebih lama lagi.
Hatinya hancur dan ia duduk di atas papan lompat itu dan
meminta Allah untuk mengampuninya dan menyelamatkannya. Ia menerima Yesus
Kristus di ketinggian lebih dari 20 kaki (7 meter) dari tanah. Tiba-tiba lampu
di areal kolam menyala. Petugasnya masuk dan mengadakan pemeriksaan kolam.
Ketika Charles menengok ke bawah dari atas papan itu,
yang dilihatnya adalah kolam yang kosong yang telah dikeringkan untuk beberapa
perbaikan. Hampir saja ia menerjunkan dirinya menuju kematian, tetapi salib
telah menghentikannya dari bencana tersebut.
Diambil dan disunting dari:
Nama buletin: Buletin Sinode GUPDI, Edisi IV/2002
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Sinode GUPDI, Solo 2002
Halaman: 33
No comments:
Post a Comment