Seorang penulis dalam harian kompas menuliskan sebuah pemaknaan Paskah yang cukup menarik dalam tulisannya : Paskah, Tribute Solidaritas.
Ketika Natal, Tuhan lahir dalam kemiskinan menyapa setiap bentuk kemiskinan hidup manusia. Dalam Paskah, kematian Tuhan menunjukkan solidaritas yang sehabis-habisnya kepada setiap bentuk kehinaan, duka, derita, dan kecemasan manusia.
Kemiskinan adalah sebuah fenomena nyata dalam kehidupan manusia dari jaman lampau sampai saat ini baik miskin material, miskin rohani, ataupun miskin cinta. Begitu halnya dengan penderitaan yang akan selalu dialami oleh setiap manusia.
Saya pribadi sangat bersyukur memiliki Tuhan yang benar-benar dekat dengan kehidupan realitas manusia. Tuhan yang begitu aneh, Tuhan yang tak mau megahkan diri ataupun mencari keagungan semu di dunia nyata. Tuhan yang hidup dalam kemiskinan jasmani. Tuhan yang begitu solider, yang dekat untuk bersama-sama berjalan dalam penderitaan. Tuhan yang murah hati untuk memberikan pertolonganNYA, ketika saya jatuh.
Dalam dunia dimana gigi harus dibalas gigi, dimana kekerasan harus dibalas dengan kekerasan meskipun dengan embel-embel atas nama Tuhan dan kesucian. Dalam dunia dimana kekayaan, kekuasaan dan kenikmatan menjadi sesuatu yang diperjuangkan setiap orang.
Namun Tuhan yang ini justru sebaliknya, membiarkan dirinya dalam kehinaan, dalam kekalahan, dalam kesakitan, dalam kenistaan yang paling nista hingga disalib. Tuhan yang juga mengajarkan agar pengikutnya mengasihi musuh-musuhnya, Tuhan yang tidak ingin dibela, Tuhan yang tidak merasa perlu dipuja sebagai raja di dunia.
Tuhan yang berkata kepada orang-orang yang menyalibkannya : “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”
Suatu ajaran kasih yang tak sesuai dengan rasionalitas manusia pada umumnya.
Dari situlah saya benar-benar bersyukur untuk menjadi seorang pengikutnya. Pengikut pemanggul salib kehidupan, yang mungkin tak pernah bisa meneladaniNYA secara utuh. Sesuatu yang sangat teramat sulit untuk seorang seperti saya untuk belajar berbagi dan mengasihi dalam suatu penderitaan.
Memang lebih mudah menyalibkan Kristus dengan tindakan – tindakan saya dengan merasa diri paling benar, menuduh orang lain kafir, mudah terbakar emosi oleh karena kata-kata hinaan, pembelaan diri, mencari kenikmatan sesaat diatas penderitaan orang lain, acuh dengan situasi, dan tindakan-tindakan lainnya yang tidak sesuai dengan kehendakNYA.
Hmmm… Hanya sebuah mujizat Allah jika sampai sekarang saya masih bertahan berjalan dalam iman kepadaNYA. Hanya karena solidaritasNYA saya masih bisa memanggul salib sampai sekarang. Hanya karena pertolonganNYA, saya masih bisa bangun dalam setiap kejatuhan saya. Hanya dalam pengharapan yang diajarkanNYA, saya percaya bahwa pada akhirnya saya bisa memperoleh PASKAH yang membahagiakan bersamaNYA. Sebuah kemenangan akan jalan salib kehidupan.
No comments:
Post a Comment