Karena kandungan sang istri mengalami kelainan, maka istri Yudi yang
baru mengandung delapan bulan harus segera di operasi Caesar. Hari itu tanggal
24 Maret 2003, tepatnya hari Senin, sang buah hati berhasil lahir dengan
selamat, namun tak sempat untuk menggendongnya, sang buah hati harus di bawa ke
ruang khusus karena bayi itu lahir dalam keadaan premature.
"Begitu dokter keluar, dokter memperlihatkan bayi yang
digendongnya dan memperlihatkannya pada saya. Saya sama sekali tidak sempat
menggendong, itupun hanya sebentar, tidak sampai 2 menit. Saya lihat sepintas
lalu, kemudian saya foto satu kali. Setelah itu langsung di bawa masuk lagi.
Beberapa saat kemudian dokter keluar lagi untuk memberi penjelasan bahwa nafas
bayi saya masih belum normal karena baru delapan bulan."
Malam itu berlalu, dan pagi menjelang dan kondisi sang buah hati mulai
terlihat membaik.
"Hari selasa itu perkembangannya sudah mulai membaik, nafasnya
mulai teratur dan denyut nadinya mulai teratur."
Namun sebuah kondisi itu hanya dalam beberapa jam saja berubah
drastis. Tiba-tiba sesuatu yang tak pernah diharapkan oleh Yudi dan istrinya
terjadi. Kondisi sang buah hati tiba-tiba memburuk, hal ini membuat keduanya
sangat terpukul.
"Rabu malam, setelah saya pulang dari rumah sakit, saya belanja.
Tiba-tiba saya mendapat telephon dari rumah sakit, mereka meminta saya segera
ke ICU karena nafas anak saya berhenti. Saya tidak bisa berpikir apa-apa saat
itu. Belanjaan saya titipkan ke teman saya dan saya langsung lari menuju ke ICU
lalu telephon istri saya."
"Kenapa? Tanya saya pada Yudi. Nafas anak kita berhenti. Aduh...
saya langsung nangis. Sedih banget," ungkap istri Yudi dengan meneteskan
air mata saat mengingat kejadian itu kembali. "Saya sedih karena belum
bisa merawat dia. Belum sempat menggendongnya yang pasti. Sepertinya tidak di
beri kesempatan untuk menggendong, untuk memeluk, untuk mencium dia. Saya
merasa kehamilan yang saya jalani sepertinya sia-sia."
Dalam kondisi yang genting itu, Yudi dan istrinya tak dapat berbuat
apa-apa selain datang pada Tuhan dan memuji Dia yang menganugrahkan bayi itu
pada mereka.
"Saya sama istri hanya bisa berdoa. Dan setelah berdoa, saya
hanya mengajak istri untuk memuji Tuhan."
Dalam kondisi yang berat itu, sang istri mengakui bahwa untuk memuji
Tuhan bukanlah hal yang mudah.
"Dalam masalah seperti itu, sangat sulit untuk memuji Tuhan. Tapi
saya percaya bahwa dibalik semua masalah itu, Tuhan telah menyediakan jalan
keluar bagi kami."
Operasi merupakan jalan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan sang
buah hati. Namun secara tidak sengaja, Yudi mendengar bahwa dokter yang akan
menangani buah hatinya belum berpengalaman dalam menangani operasi seorang
bayi.
"Hari kamis pagi, saya mendengar tim dokter sedang berdiskusi.
Dan secara tidak sengaja saya mendengar bahwa dokter yang menangani anak saya
belum pernah membedah anak kecil, apa lagi seorang bayi. Saat itulah
pengharapan saya berada di titik yang paling rendah. Saya benar-benar pasrah
pada Tuhan. Saya tidak dapat berharap pada manusia, apa lagi pada para dokter
yang berpengalaman." Demikian Yudi menggambarkan keputusasaannya saat itu.
"Akhirnya kamis sore itu anak saya di operasi. Di antara
paru-paru dan otot paru-paru anak saya terdapat rongga udara sehingga otot
paru-paru ini tidak dapat memompa paru-paru dengan baik."
Kondisi yang begitu kritis membuat Yudi terus berseru pada Tuhan dan
bergantung penuh pada-Nya.
"Saya lari ke menara doa, dan saya berdoa disana. Saya serahkan
segala sesuatunya kepada Tuhan. Karena saya percaya hanya Tuhan Yesus yang
mampu menyelamatkan anak saya."
Dan Tuhan tidak mengecewakan anak-anak yang berharap kepadaNya.
Mujizat terjadi, operasi tersebut berhasil.
"Puji Tuhan operasinya berhasil. Baru ketika saya diberi tahu
operasinya berhasil saya merasa plong," ungkap Yudi dengan sukacita.
"Bayinya waktu itu masih berada di ruang isolasi dan masih
menggunakan berbagai alat penunjang seperti ventilator, dan pompa untuk
menyedot cairan dari paru-paru."
Sang bayi yang di beri nama Yosefin ini adalah bukti nyata kasih Tuhan
atas keluarga Yudi. Hanya dalam waktu satu minggu, buah hati mereka sudah di
perbolehkan pulang.
"Disitu saya lihat Tuhan bekerja dengan luar biasa. Pagi harinya
saya masih melihat semua alat masih terpasang dengan lengkap, namun pada siang
harinya semuanya sudah bisa dilepas. Dan pada beberapa hari kemudian anak saya
sudah diperbolehkan pulang."
Seperti apa sukacita yang dialami keluarga ini? Inilah yang Yudi
rasakan saat itu.
"Sukacita itu pasti. Karena kami bisa membawa bayi kami pulang
dalam gendongan, dari kondisi sebelumnya untuk memegangnya saja kami tidak
bisa. Kami pulang kerumah dengan membawa bayi yang sehat, tanpa alat yang
terpasang, itu sudah senangnya minta ampun. Saya sempat sharing dengan istri
saya, Tuhan itu begitu ajaib. Kalau Tuhan memberi mujizat itu tidak
setengah-setengah. Kenapa saya bilang tidak setengah-setengah? Karena Tuhan
bukan hanya memberi mujizat dengan menyelamatkan nyawanya saja. Tapi Tuhan
memberi mujizat itu semuanya. Sampai ke biaya-biayanya, Tuhan mencukupkan
semuanya."
Sang buah hati kini tumbuh menjadi anak yang sehat dan lincah serta
menjadi kebanggaan kedua orang tuanya. Satu hal, melalui hidup anak itu, kedua
orang tuanya dapat melihat karya Tuhan yang luar biasa.
"Saya bisa merasakan kebesaran Tuhan disitu. Saya bisa merasakan
kebaikan Tuhan atas hidup saya melalui kejadian itu. Dan saya benar-benar
merasakan.. ooo.. seperti ini toh enaknya menerima mujizat Tuhan..
No comments:
Post a Comment